Gerakan reformasi 1998, tujuan jelas yakni menurunkan pemimpin Orde Baru yang otoriter. Memasuki dekade 2004-2014 terjadi hal yang keprihatinan di negeri ini. Pada periode ini ada ideologi baru – khilafah rentan menyusupi kalangan muda. Atas nama demokrasi, pembawa ideologi baru menyusupi kalangan muda untuk mengritik kebijakan pemerintahan. Kesannya, asal kritik. Para politisi yang pro khilafah pun dengan piawai menangkap  dan memanfaatkan peluang ini.  Sang politisi menyadari potensi besar di kalangan muda ini.  Politik identitas yang mereka mainkan akhir-akhir ini.

Pasca Orde Reformasi saat ini ada situasi lain. Para pemuda ‘dibawa’ dan dimanfaatkan dalam permainan kalangan oknum elit politik tertentu – yang sebenarnya merupakan kalangan lama juga – untuk kepentingannya.  Mudah ditebak, kelompok ini adalah para PSH (pasukan sakit hati). Kalau kalangan muda dirasuki dan dimasuki ‘ideologi baru’ akan muncul silang pendapat tentang keberadaan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Seorang teman di kampus dengan terang-terangan menyatakan Pancasila bukanlah ideologi. Padahal, Pancasila tidak perlu diragukan lagi. Final, dan diterima sebagai ideologi bangsa.

Di tengah ancaman itu, sesungguhnya banyak hal yang dilakukan pemuda masa kini, sebagai bukti kecintaannya kepada tanah air dan bangsa (nasionalisme).  Kalangan muda milenial yang terjun dalam bisnis start-up, berwirausaha (entrepreneur) contohnya turut memberi sumbangsih bagi bangsa ini. Makin banyak tokoh pemuda yang menempati posisi penting di lembaga eksekutif dan legislatif. Peran-peran yang diisi kaum muda ini diharapkan dapat membawa kemajuan bangsa ini di masa depan.

Bagaimana dengan generasi muda Katolik?  Komunitas Katolik tentulah juga harus menyiapkan para kadernya untuk memimpin di lingkungan Gereja dan masyarakat. Pada tataran nasional maupun daerah, masih banyak posisi yang belum  diisi kalangan generasi muda Katolik. Selalu ada peluang dan kesempatan, bagi kalangan muda Katolik untuk berkontribusi/berperan di berbagai lini kehidupan dan institusi (pemerintahan dan swasta). Keberadaan kader Katolik di lembaga itu bisa menjadi jembatan aspirasi umat Katolik dengan para pembuat dan penentuan kebijakan. Bahkan tidak menutup kemungkinan turut serta dalam menentukan kebijakan negara.

Wasiat Mgr. Soegijapranoto:  “100%  Warga Negara  – 100% Warga Gereja” adalah pedoman bagi umat Katolik Indonesia untuk mewujudkan jiwa nasionalisme.  Semangat itu ibarat dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.  Dalam mewujudkan rasa nasionalisme ini, umat Katolik, termasuk generasi mudanya tidak bisa berjalan sendirian dan parsial, tetapi  mesti berjejaring, bersama-sama dan menjalin kerja sama dengan umat beragama lain. Negara ini menjadi tanggung jawab bersama. Semua warga negara mempunyai kesamaan, tidak ada diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, antargolongan (SARA),  melainkan hidup setara dan sederajat.

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) sebagai organisasi kemasyarakatan kepemudaan (OKP) Katolik senantiasa mendorong anggotanya dan generasi muda lainnya memiliki semangat cinta tanah air. Ada tiga tahapan/tingkatan kaderisasi anggotanya, mulai dari Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB), Masa Bimbingan (Mabim), dan Latihan Kepemimpinan Kader (LKK).  Di setiap jenjang pengaderan, selalu ada materi menanamkan semangat cinta Gereja dan tanah air (pro ecclesia et patria).  Lewat berbagai perannya, anggota PMKRI didorong menjadi contoh bagi generasi muda umumnya dalam cinta tanah air. Bekal nilai-nilai (value) selama menjadi anggota PMKRI diharapkan menjadi bekal tatkala telah menjadi alumni dan pengabdiannya di tengah masyarakat sesuai profesinya. Harus diakui, antusiasme generasi muda, termasuk yang Katolik untuk berorganisasi terasa dari waktu ke waktu semakin menurun. Hal demikian juga dialami PMKRI di berbagai cabang.  Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi  terasa sangat memengaruhi dan menimbulkan ketidakacuhan terhadap sesama. Banyak orang  menjadi lebih individualistik. Kondisi ini diperparah dengan pandemi Covid-19 yang belum jelas waktu berakhirnya.   (hrd)

Sanggam Fernando Naibaho

Ketua Presidium PMKRI Santo Albertus Magnus
Cabang Pekanbaru, Pekanbaru,  Riau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *