Selama tiga puluh tahun saya hidup bersama anak disabilitas, difabel, berkebutuhan khusus. Dalam suka dan duka saya mendampingi dan mendidik mereka dalam Pelayanan Karitatif Pendidikan Disabilitas Intelektual dan Autisme. Semua duka akan menipis dan hilang kalau pelayanan dilakukan berdasarkan kasih dan kesadaran penuh untuk memandang, pendampingan, pelayanan, dan upaya mendidik mereka itu ditempatkan dan dimaknai karya agung Allah sendiri. Bukan saya yang bekerja, tetapi Allah sendiri berkarya melalui diri saya. Mereka juga diciptakan secitra dengan Allah!
Tidak ada bedanya dengan anak-anak yang lain. Perbedaannya, para penyandang disabilitas ini kurang beruntung. Mengapa? Karena mereka punya keterbatasan dari sisi intelektual, fisik, mental, sensorik berkomunikasi, dan berinteraksi.
Selama pelayanan karitatif ini, banyak ragam pengalaman suka dan kegembiraan saya alami. Lewat pelayanan dan pendampingan ini, saya tahu bersyukur atas kehidupan ini dan semakin menyadari keagungan Tuhan. Saya justru banyak belajar dari penyandang disabilitas ini. Saat mendampingi mereka, saya banyak belajar sabar, bersikap tenang, kerendahan hati, dan kebijaksanaan.

Saya sangat bersukacita dan bergembira saat mereka bisa melaksanakan hal-hal kecil saja; misalnya: bisa mengatakan makan, minum, buang air kecil/pipis, tidak, saat bisa menulis a, b, bola. Atau saat mereka bisa menggosok gigi, menyisir rambut. Saat mereka mampu cebok sendiri, bisa memakai baju sendiri atau kaus kakinya. Begitupun, saat mereka bisa bernyanyi, berolah raga dan sebagainya. Untuk mampu belajar, butuh waktu yang cukup lama bagi penyandang disabilitas ini. Sebab itu, saat mereka bisa berbuat sesuatu yang kecil saja, hati saya sangat senang dan bahagia; apalagi saat mereka mereka mampu berbuat sesuatu yang lebih lagi.
Pelayanan yang dilakukan Tarekat Konggregasi KSFL ini bernama Pelayanan Karitatif Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Disabilitas Intelektual dan Autisme (SLB-C Santa Lusia). Pelayanan ini ditangani Kongregasi Suster Fransiskanes St. Lusia (KSFL) di Rumbai-Pekanbaru, Riau. Sebenarnya pelayanan sejenis telah dimulai pertama kali di Medan, Sumatera Utara (1987). Pelayanan ini juga ada di Pematangsiantar-Sumatera Utara (1989), Bekasi-Jawa Barat (1991), Laud Dendang-Sumatera Utara (1998). Sejak Desember 2012, pelayanan ini hadir di Rumbai-Pekanbaru.

Tahun 2018 berdiri asrama Sekolah Luar Biasa (SLB) St. Lusia untuk anak berkebutuhan khusus di Pematangsiantar. Para Suster Kangregasi KSFL melayani: (a) penyandang Disabilitas intelektual – anak yang mempunyai kemampuan/intelektual di bawah rata-rata, pada tingkat ringan (IQ 55-77) dan sedang (IQ 40-55). ; (b) penyandang disabilitas autisme – anak yang mengalami gangguan perkembangan dan mengganggu kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi.
Pelayanan bagi kaum disabilitas ini terkait dengan misi Kongregasi KSFL untuk melayani orang-orang kecil, seturut spiritualitas dan kharisma kongregasi. Orang kecil yang dimaksud adalah orang sakit, yatim-piatu, jompo, dan anak-anak berkebutuhan khusus. KSFL memilih anak-anak kategori ini karena kurang mendapatkan perhatian pada aspek pendidikan dan pendampingan. Maka, tergeraklah hati para suster KSFL untuk melayani melalui sekolah, panti asuhan, dan asrama.
Pelayanan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus Intelektual Santa Lusia hadir di Rumbai Pekanbaru Riau tidak luput dari keprihatinan almarhum Bapa Uskup Martinus Dogma Situmorang,OFMCap, saat melihat anak-anak berkebutuhan khusus di Panti Asuhan/Asrama SLB St. Lusia di Laud Dendang Sumatera Utara. Begitu banyak jumlah dan beragam karakternya. Hati Mgr. Martinus sangat tersentuh dan tergugah melihat anak–anak di panti dan asrama tersebut. Ternyata banyak berasal dari Pekanbaru-Riau. Almarhum Mgr. Martinus berniat mendirikan tempat pelayanan yang sama di Keuskupan Padang. Bapa Uskup saat itu menemui dan membicarakan hal ini kepada Pimpinan Konggregasi KSFL untuk membantu rencana Pelayanan Pendidikan disabilitas atau anak-anak berkebutuhan khusus di Pekanbaru-Riau.
(Sumber: Sr. Silvia Siregar, KSFL)