Bagi sebagian kalangan, jarum suntik menjadi ‘hantu’ yang menakutkan saat kegiatan vaksinasi Covid-19 silam. Bahkan, ada individu lebih berani maju ke medan perang atau menghadapi musuh, menjalani olah raga ekstrim, dan aktivitas lain yang menantang ketimbang disuntik vaksin. Begitupun tatkala aksi donor darah dilakukan. Ada keinginan mendonor, tetapi takut setengah mati dengan jarum suntik sehingga mengurungkan niat mulai tersebut. Fobia ini bisa dialami siapa saja, tak peduli jenis kelamin dan usia.
Ketakutan berlebihan terhadap jarum suntik (trypanophobia) merupakan fobia. Fobia dapat diartikan sebagai ketakutan irasional terhadap suatu stimulus tertentu dan tidak dapat ditangani sendiri. Orang yang mengalami fobia membutuhkan bantuan penanganan atau treatment pihak lain. Sedangkan ketakutan yang dapat ditangani sendiri bukanlah termasuk fobia! Hanya ketakutan biasa dan kecemasan yang dapat ditanggulangi. Kondisi ini tidak ada masalah. Kalau sudah takut dengan jarum suntik misalnya, seseorang bisa mengatasinya dengan meditasi, minum teh hangat sebelum mendonorkan darahnya. Atau saat melakukan aktivitas yang menggunakan jarum suntik misalnya saat donor, individu yang bersangkutan menonton film, membaca atau main game di telepon pintar (smartphone)-nya.
Fobia jarum suntik diikuti dengan penurunan tekanan darah, kenaikan detak degup jantung, dan diikuti perasaan pusing, mual, muntah. Fobia dinamakan irasional, karena bagi orang lain, jarum suntik bukanlah suatu hal yang ditakuti. Ketakutan luar biasa hanya bagi sebagian orang saja. Saat ini terdapat sekitar sepuluh persen dari populasi penduduk dunia ini mengalami fobia – dalam aneka bentuknya – salah satunya ketakutan berlebihan terhadap jarum suntik. Fobia lain terkait dengan fobia jarum suntik adalah fobia terhadap darah (hemophobia). Dua fobia ini dialami individu yang takut menjalani prosedur medis. Apa penyebabnya? Fobia jarum suntik bisa disebabkan karena trauma masa kecil dan pernah mengalami prosedur medis disuntik. Bisa jadi, kala itu, dalam kondisi psikologis tidak siap sehingga mengalami keterkejutan saat melihat kerabat dekat, orangtua, saudara kandung, sanak saudara, dan teman atau sahabat mengalami sakit sehingga perlu terus disuntik. Kemungkinan lain melihat orang lain disuntik dan muncul reaksi penolakan, seperti: menjerit, kesakitan, menangis meraung-raung, minta tolong dengan histeris. Penyebab lainnya adalah “otak purba” manusia. Sesuai evolusi manusia, benda-benda tajam (termasuk jarum suntik) dapat menyebabkan kematian. Sehingga, tatkala seseorang menjalani prosedur medis – menggunakan jarum suntik – muncul reaksi/respons fisik demikian.
Mungkinkah fobia – termasuk terhadap jarum suntik – bisa dihilangkan? Dengan penangangan yang tepat semua fobia bisa dihilangkan! Penanganannya berupa hipnoterapi yang kontinyu atau berkelanjutan dan butuh waktu cukup lama. Kelemahannya, fobia tersebut dapat kambuh atau muncul kembali. Cara lain untuk mengatasi fobia berupa desentisisasi semantik. Seseorang dibuat nyaman mulanya. Bila fobia jarum suntik, dimulai dengan ilustrasi jarum lewat tampilan gambar/foto, dilanjutkan foto suntikan. Setelah nyaman, dilanjutkan bermain suntik-suntikan, suatu hal yang disukai anak kecil. Bila penderita telah nyaman, jarum suntik mainan tersebut diganti dengan sikat yang tajam tetapi kecil sehingga tidak menimbulkan luka. Prosesnya meningkat terus hingga akhirnya orang tersebut nyaman dengan jarum suntik. Desentisisasi semantik juga dapat diterapkan untuk penanganan fobia lainnya. ***
Diasuh oleh: Theresia Indriani Santoso, S.Psi., M.Si
(Psikolog, Pendiri SMART PSY Consulting Padang)