PADANG – Setelah tiga puluh tiga tahun ditutup (1989-2022), Seminari Menengah Keuskupan Padang “Maria Nirmala” dibuka kembali oleh Uskup Padang Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX, Selasa (2/8). Bersamaan dengan peresmian ini berlangsung tahbisan dua diakon Keuskupan Padang (Fr. Jhon Mezer Manullang dan Fr. Marudut Xaverius Nainggolan) dan imam Serikat Xaverian (Diakon Bonaventura Kardi, SX).
Peresmian seminari ditandai dengan pemotongan pita, pembukaan kain merah penutup nama/lambang seminari dilanjutkan dengan pemberkatan gedung. Momen bersejarah ini dihadiri Sekretaris Komisi Seminari KWI, Kuria Keuskupan Padang, Provinsial Serikat Xaverian, para imam-suster-biarawan-biarawati, keluarga besar tertahbis, dan umat utusan paroki sekeuskupan Padang. Di antara umat, tampak sejumlah awam mantan seminaris Seminari Menengah Maria Nirmala.
Dalam homili singkatnya, Bapa Uskup menyatakan bahwa seminari menjadi tempat bagi orang-orangnya yang bicara tentang sikap intoleran, bukan hostilitas dan permusuhan. Bapa Uskup menegaskan hospitalitas yaitu keramahan dan keterbukaan yang ditawarkan melalui dan di dalam seminari ini. Gereja percaya Tuhan menggiring dan membawa umatnya berkumpul kembali untuk menyadari rahmat yang begitu besar ini. Gerak keluar dan gerakan kerahiman membuat seseorang sadar bahwa Tuhan memanggil semuanya melalui momen pembukaan seminari ini. “Mari datang dan lihatlah! maka sesuatu yang dicari akan, terlihat dan temukan sendiri. Banyak anak muda yang mencari makna dalam kehidupannya, menemukan dan menemukan panggilan mereka. Tempat ini akan menjadi hospitalitas bagi anak-anak muda di tengah situasi yang barangkali justru menawarkan hostilitas – prasangka pandangan negatif yang membuat orang ragu-ragu.
Usai ibadat dan peresmian pembukaan seminari, berlangsung liturgi tahbisan (imam dan daikon) dan Perayaan Ekaristi. Tahbisan diakonat berlangsung terlebih dulu dijalani Frater Jhon dan Frater Marudut. Setelah itu, umat dalam gereja Paroki St. Fransiskus Assisi Padang menjadi saksi tahbisan imamat Diakon Kardi.
Di awal homilinya, Bapa Uskup mengisahkan pesan yang diterimanya dari Nuntius Mgr. Pierro Pioppo sebelum tahbisan uskup, agar memerhatikan pembinaan para imam. “Bukan semata-mata karena latar belakang saya di dunia pendidikan. Setiba di Padang, saya membaca dan mempelajari situasi serta hasil Musyawarah Pastoral (Muspas) II yang menunjukkan titik tekan pada pembinaan calon imam dengan cara pembukaan seminari,” katanya.
Maka hari ini (2/8), sambung Bapa Uskup, saat peresmian seminari dan tahbisan (imamat dan diakonat), ada rasa haru dan bangga. Sebuah momentum rahmat yang datang bersamaan! “Dua minggu setibanya di keuskupan ini, ada orang yang bertanya pada saya mengenai prioritas yang menjadi agenda uskup. Saya katakan seminari. Untuk itu, dibutuhkan formator sebagai pembina seminari. Berbarengan adanya undangan pelatihan formator seminari dari Komisi Seminari KWI selama empat bulan. Setelah ditelusuri, Pastor Prian menyatakan kerelaan dan kesediaan sebagai pembina seminaris. Penghargaan juga disampaikan kepada Tim Komisi Kepemudaan yang bersedia dan menyiapkan segala keperluan bergotong royong membersihkan seminari,” ucap Bapa Uskup.
Masih dalam homilinya, berkaitan dengan pertanyaan: “Apakah tidak terlalu terburu-buru membuka seminari? Bapa Uskup menjawab bahwa bukan semata-mata karena pribadinya, tetapi karena permintaan umat yang sedemikian antusias ingin mempunyai seminari. Bapa Uskup menambahkan, seminari menjadi persemaian benih panggilan! “Sungguh suatu momentum berahmat apalagi bila mengenang dua puluh lima tahun silam, saya pun ditahbiskan sebagai diakon di tempat ini, gereja Paroki St. Fransiskus Assisi Padang, oleh Uskup Martinus D. Situmorang (alm). Tahbisan imamat dan diakonat ini juga merupakan tahbisan pertama yang saya lakukan pada ulang tahun perak tahbisan diakonat dan imamat saya. Juga, unik, karena imam baru, P. Kardi, pernah menjadi murid saya,” kata Bapa Uskup.
Pada kesempatan ini, Bapa Uskup juga menjelaskan alasan sekaligus menjawab pertanyaan seminari tidak di wilayah Riau, karena tetap mau memanfaatkan gedung/tempat yang bersejarah ini. Mgr. Pius Datubara (Uskup emeritus Keuskupan Agung Medan) pernah menjadi seminaris di sini. Tempat ini dipilih, karena Padang menawarkan hospitalitas di tengah situasi hostilitas (prasangka). Mengapa juga Padangbaru? Dalam rapat Kapitel Serikat Xaverian, paroki ini dinyatakan sebagai paroki misioner. Artinya, paroki ini tidak hanya memerhatikan kepentingan, kebutuhan sendiri tetapi juga yang lainnya. Seminari ini justru menjadi ‘tanda’ semangat misioner tersebut. Kita tidak hanya memikirkan kompleks kecil terbatas, tetapi seluas keuskupan dan seluas dunia,” tukas Mgr. Vitus.
Dua Kali Dibuka dan Ditutup
Di bagian akhir Perayaan Ekaristi, sebelum penutup beberapa pihak menyampaikan sambutan. Ketua Panitia Peresmian Seminari, Tahbisan Diakon dan Imam Xaverian, P. Alfonsus Widhi, SX mengungkapkan sekilas sejarah pendirian pertama seminari pada 22 Agustus 1956. Peresmian hari ini, Selasa (2/8) setelah tutup selama tiga puluh tiga tahun. Sebelumnya dua kali buka dan dua kali tutup (operasional) P. Alfons mengungkapkan hal indah saat mempersiapkan segala sesuatu terkait peresmian seminari. “Tidak hanya perayaan seremonial, apalagi telah disiapkan sejak enam bulan sebelumnya, mulai dari penyiapan tempat, mencari calon seminaris. Para pastor berjuang dan mencari anak muda yang mau masuk ke seminari. Para pastor di paroki menggiatkan aksi panggilan di antara orang-orang muda. Banyak pihak berkontribusi,” ujarnya.
Imam Misionaris Xaverian ini menambahkan bahwa peresmian dan tahbisan ini sebagai anugerah Allah bagi umat di Keuskupan Padang dalam melihat masa depan. Momentum tahbisan ini menjadi ‘mahkota’ sekaligus titik awal untuk membangun Keuskupan Padang. Dengan pertolongan Allah, keuskupan ini akan mempunyai imam yang tangguh dalam membaca tanda-tanda zaman serta tanggap dalam melaksanakan perutusannya dalam semangat misericordia motus.”
Usai sambutannya, selaku Ketua Komisi KKI-Panggilan Keuskupan Padang, P. Alfons menyerahkan sejumlah berkas secara simbolis kepada Rektor Seminari, P. Prian Doni Malau, Pr sebagai bagian estafet pendampingan para seminaris.
Sekretaris Komisi Seminari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Rm. Joseph Kristanto, Pr. mengawali sambutannya menyatakan bahwa di Regio Sumatera, seminari Maria Nirmala adalah seminari kelima dan urutan ke-43 di Indonesia. Di Regio Sumatera, Keuskupan Tanjungkarang dan Regio Jawa, Keuskupan Purwokerto yang belum memiliki seminari. Di Seminari terbanyak Keuskupan Amboina (tujuh seminari). Jumlah seminaris di seluruh Indonesia saat ini 5.500 orang.
Rm. Joseph juga membeberkan data lainnya. Di Regio Sumatera ada satu Tahun Orientasi Rohani (TOR) interdiosesan, di Pematangsiantar. Se-Indonesia, ada 15 seminari TOR dari 43 seminari, dan 14 seminari. Separoh seminari di Regio Jawa. Jumlah frater seminari tinggi terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni di seminari tinggi Ritapiret dan Kupang. “Seminari adalah jantung keuskupan! Uskup tanpa imam diosesan seperti harimau tanpa gigi. Maka, saya senang mendapat kabar Keuskupan Padang membuka seminari menengah. Saya berharap, setelah dua kali buka dan dua kali ditutup; kini dibuka ketiga kali. Semoga tidak ditutup ketiga kalinya!” katanya.
Sementara itu, perwakilan tertahbis, P. Bonaventura Kardi, SX menyatakan dirinya dan dua diakon baru penuh suka cita, rasa syukur bercampur dengan rasa haru karena merasakan besarnya cinta Allah. Dikatakanya bahwa Allah telah memilih mereka menjadi pelayan cinta Tuhan kepada umat-Nya. Tuhan telah menuntun langkah mereka hingga saat ini. “Di tengah keterbatasan dan kerapuhan kami, Tuhan tetap setia memanggil kami. Kasih-Nya kekal untuk selama-lamanya. Semua hal ini terjadi karena rahmat Allah,” katanya.
Mewakili keluarga tertahbis, Kalpen Nainggolan – ayahanda Diakon Marudut memberikan penghargaan kepada semua pihak yang berperan dalam peristiwa bersejarah ini. “Rahmat ini tidak hanya bagi keluarga kami, tetapi bagi umat Katolik Keuskupan Padang. Sebagai orangtua, saya mengajak sesama orangtua lain untuk mendorong dan mendoakan anaknya berani menjawab panggilan Tuhan menjadi imam/pastor, biarawan/biarawati. Mari kita mendoakan anak sendiri,” ucapnya.
Momentum Serba Pas
Di kesempatan sama, Provinsial Serikat Misionaris Xaverian Indonesia, P. Suhud Budi Pranoto, SX mengungkapkan bahwa semua rangkaian peristiwa bersejarah ini “momentum serba pas! Tahbisan dipimpin uskup baru, berlangsung di seminari baru. Tujuh seminarisnya, semu baru. “Benar seminari adalah jantung keuskupan (sekaligus jantung serikat/kongregasi). Tanpa seminari, Gereja tidak memiliki masa depan. Untuk itu, perlu contoh hidup para imam dan suster. Kalau tiada contoh, orang muda Katolik tidak akan tertarik. Setelah ditahbiskan, Pastor Kardi mendampingi para seminaris di seminari yang akan dibuka di Kamerun (Afrika). Pastor pasti tidak akan bisa melupakan momen tahbisannya bersama dua diakon serta peresmian Seminari Menengah Maria Nirmala ini. Momen pas untuk dikenang!” katanya.
Usai perayaan liturgi dilanjutkan makan malam dan ramah tamah di aula seminati. Sejumlah acara, antara lain Tari Melayu Zapin (gabungan tiga OMK paroki se-Kota Padang), gerak dan lagu dari OMK Katedral Padang, line dance anggota Wanita Katolik RI Cabang St. Fransiskus Assisi Padangbaru menghibur seluruh yang hadir. Perwakilan umat Paroki Santo Fransiskus Assisi menyerahkan sumbangan dana kepada seminari hasil dari gerakan “seribu rupiah perumat”. Mantan seminaris yang menjadi Imam Diosesan Padang Pastor Philip Rusihan Sakti, Pr. dan Pastor Bernard Lie, Pr membagikan pengalamannya menjalani hidup di seminari ini. OMK Paroki St. Fransiskus Assisi Padang menampilkan drama singkat, OMK Santa Maria Bunda Yesus Tirtonadi Padang menampilkan mini drama. Tujuh seminaris baru tidak ketinggalan tampil menyanyikan lagu “Jadikanlah Aku Pelayan-Mu!” Pastor Kardi dan sejumlah frater Xaverian menyumbangkan hiburan. Aktivis Komisi Kepemudaan Keuskupan Padang musikalisasi panggilan hidup. (hrd &Bud)