“Ignoratio Scripturarum, ignoratio Christi est” merupakan ungkapan terkenal Santo Hieronimus terkait Kitab Suci. Ungkapan tersebut bermakna: tidak mengenal Kitab Suci sama dengan tidak mengenal Kristus! Hal tersebut juga berarti upaya-langkah berkaitan dengan ‘pengenalan’ Kitab Suci agar bisa lebih mengenal Kristus. Upaya pengenalan tersebut tidak luput dari kerasulan Kitab Suci.
Pada November 1986 di Columbia (Amerika Latin) berlangsung “Pertemuan Nasional Kerasulan Kitab Suci” pertama. Peserta mendefinisikan berbagai kriteria pokok untuk digunakan sebagai dasar dan pengarahan Kerasulan Kitab Suci. Pendasaran dan pengarahan tersebut berguna bagi aktivitas kerasulan Kitab Suci di Indonesia. Bila dasar dan arah ini dikembangkan dapat memberikan dinamika baru bagi gerakan hidup kristiani yang didasarkan pada Kitab Suci.
Salah satu pendasaran adalah Alkitab sebagai Sabda Allah. Prinsipnya, Allah telah mewahyukan diri kepada manusia dengan banyak cara dan dalam berbagai kesempatan (Ibrani 1:1). Tetapi, dalam Alkitab, Allah menyatakan diri secara sangat istimewa dan pribadi. Itulah sebabnya dikatakan Alkitab diilhami Allah. Pewahyuan secara istimewa kepada umat Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menunjukkan bahwa Allah adalah suatu misteri persekutuan, komunikasi dari Bapa kepada Putera di dalam Roh Kudus. Kitab Suci, yang dibaca dalam iman, memperkenalkan kita pada misteri tak terkatakan dari Bapa yang bertemu dengan anak-anakNya dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus (Dei Verbum 2).
Apa konsekuensinya? Alkitab adalah ‘makanan/santapan’ hidup rohani, yakni santapan bagi relasi kita dengan Allah dalam hidup sehari-hari. Kita mesti membaca Alkitab dalam suasana doa agar dapat mendengarkan Bapa. Kitab Suci adalah sarana yang digunakan Allah untuk menyebarkan penyucian di antara orang-orang. Alkitab adalah jiwa karya pastoral Gereja. Alkitab harus dibaca dalam semangat yang sama seperti pada waktu ditulis. Pihak-pihak yang terlibat dalam kerasulan Kitab Suci (biblical apostolate) tidak boleh lupa bahwa Roh Kudus adalah Guru Sejati – yang menginspirasi pengalaman terhadap Allah yang otentik – baik dalam umat secara keseluruhan maupun dalam diri masing-masing anggota umat.
Agar lebih operasional, terwujud, dan terlaksana; idealnya di setiap keuskupan dan paroki terdapat Komisi Kerasulan Kitab Suci maupun Seksi Kerasulan Kitab Suci Dewan Pastoral Paroki (DPP). Begitupun di tingkat wilayah/stasi. Seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) bertugas: (1) menyosialisasikan program dan informasi Komisi Kerasulan Kitab Suci tingkat keuskupan, (2) membimbing dan mendidik umat agar lebih mengenal, mendalami, dan mencintai Kitab Suci sebagai sumber iman kristiani, (3) secara khusus pada Masa Pra Paskah, Bulan Kitab Suci dan Bulan Keluarga, Masa Adven mengadakan berbagai kegiatan seputar Kitab Suci, dan (4) memotivasi setiap umat/keluarga agar membaca dan mencintai Kitab Suci.
Dari penelusuran GEMA, sejumlah paroki belum mempunyai Seksi Kerasulan Kitab Suci dalam struktur DPP. Kebanyakan paroki tidak atau belum Kelompok Kitab Suci (KKS). A. Heri Kurnianto, warga Rayon St. Theresia Paroki St. Maria Auxilium Christianorum Sikabaluan-Mentawai mengatakan, “Di pusat paroki terdapat lima rayon. Hingga kini, belum ada KKS. Memang ada pertemuan rayon sebelum Pandemi Covid-19, namun tidak khusus membahas dan mengupas isi Kitab Suci. Yang pasti, kegiatan rutin di rayon sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Pertemuan setiap bulan pun tidak rutin berlangsung. Biasanya, rutin di bulan Mei dan Oktober. Berlangsung Doa Rosario.”
Guru SMP Negeri 1 Siberut Utara ini menginformasikan, “Saat Mei dan Oktober tersebut fokus pada Doa Rosario. Ada juga dilakukan buluaken/suppit atau kolekte. Pada kesempatan ini tidak banyak bisa dilakukan, karena peserta dominan kalangan pelajar dengan durasi waktu terbatas. Ada renungan sesuai dengan kutipan Kitab Suci pada hari bersangkutan. Sesuai kalender liturgi. Setiap peserta – ditunjuk ketua rayon – mendapat giliran memimpin renungan malam berikutnya.
Jujur, ada kalanya bagi sebagian kecil warga rayon jadi takut hadir pada waktu berikutnya. Khawatir ditunjuk sebagai pembawa renungan. Bahan renungan yang dibawakan murni hasil renungan pembawa renungan. Pada BKSN 2022, berlangsung lomba rohani dan olah raga yang diprakarsai Wanita Katolik RI Cabang Sikabaluan. Wanita Katolik separoki terlibat. Dua tahun sebelumnya, masa Pandemi Covid-19, tidak ada kegiatan. Dilarang berkumpul-kumpul.”
Biasanya, sambung Heri, dalam kegiatan BKSN diselenggarakan lomba baca kutipan Kitab Suci, cerdas cermat, dan lomba daras mazmur yang dikoordinir Orang Muda Katolik/OMK maupun Seksi Kitab Suci DPP. Selain aneka lomba, berkaitan BKSN, juga berlangsung pendalaman iman. “Bahan dari Komisi Kateketik Keuskupan Padang. Pendalaman berlangsung setiap hari Minggu sepanjang bulan September di tiap rayon. Dulu, ada Seksi Kitab Suci di DPP, namun hampir dua tahun terakhir ini tiada. DPP baru pun belum dilantik resmi, padahal sempat diwacanakan dalam pertemuan informal sejumlah tokoh umat dengan Bapa Uskup pada November 2021. Segala sesuatu yang akan dibuat/direncanakan perlu dikomunikasikan, dibahas dalam wadah yang bisa menampung semua aspirasi,” ungkapnya.
Ros Intan Siburian, S.Ag., warga Stasi St. Stefanus Zamrud, Paroki St. Yohanes Pembaptis Perawang-Riau menceritakan pengalamannya. “Di stasi kami belum terbentuk kelompok yang khusus membicarakan, mengupas, dan membahas Kitab Suci. Di stasi pun tidak ada orang yang secara khusus sebagai penanggungjawab kerasulan Kitab Suci. Yang ada, pengajaran agama Katolik untuk pelajar, doa di lingkungan, dan pengajaran untuk penerimaan sakramen-sakramen.” katanya.
Perayaan Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN)? Guru Agama Katolik sekaligus Sekretaris Stasi Zamrud ini mengaku belum terlaksana. “Kalaupun ada, masih dibahas di pertemuan lingkungan semata. Untuk September 2022, atau BKSN 2022, ada pembahasan. Sebenarnya, tidak ada kendala berarti untuk penyelenggaraan BKSN, hanya saja belum digerakkan. Pengurus stasi membahas penyelenggaraan BKSN 2022 di Stasi Zamrud.
Sarwedi Tambunan, Pembina Orang Muda Katolik/OMK Stasi Kristus Raja Semesta Alam Pasir Putih, Paroki Santa Maria A Fatima Pekanbaru mengatakan, “Di stasi ini hanya ada kelompok kategorial Legio Maria, OMK, dan Misdinar. Tidak ada Kelompok Kitab Suci/KKS. Pada tahun ini (2022), dalam rangka HUT ke-77 RI, OMK se-Paroki Santa Maria Pekanbaru melakukan banyak aktivitas lomba bidang olah raga, paduan suara, kreasi tari, dan melukis. Berpuncak pada 17 Agustus silam. Sudah banyak tersita waktu warga OMK untuk semua hal tersebut. Sehingga, untuk BKSN di bulan September, belum ada rencana, apalagi juga menyiapkan kunjungan Bapa Uskup serta persiapan ulang tahun gereja stasi, Kristus Raja Semesta Alam.”
Kalau dua tahun sebelumnya terkendala suasana pandemi, maka pada tahun ini (2022), peringatan dan perayaan BKSN terpaksa tidak bisa dilakukan. Dilewatkan. Namun, kegiatan berupa pertemuan =-pendalaman iman di lingkungan dalam stasi ini tetap berlangsung dengan menggunakan bahan yang telah disediakan. KKS di stasi atau lingkungan belum ada. Aktivitas BKSN, sambung Sarwedi, banyak bertumpu pada OMK; misalnya lewat lomba cerdas cermat Kitab Suci, lomba daras mazmur dan paduan suara. Terdapat 50-an warga OMK dan 70-an peserta Misdinar. Belum adanya KKS karena waktu orang dewasa maupun orangtua di daerah ini banyak tersita kegiatan mencari nafkah.
Prodiakon Stasi Kristus Raja Semesta Alam Pasirputih periode 20202-2023 ini tidak memungkiri pesatnya dinamika dan perkembangan di tengah warga masyarakat, termasuk umat Katolik. “Namun, semua yang datang ke daerah ini masih merupakan keluarga produktif.
Secara umum, kelompok ini lebih mengutamakan untuk pencarian nafkah dan pendidikan anak. Di sini, umat umumnya buruh dan kerja serabutan. Hanya segelintir Aparatur Sipil Negara/ASN, dulu pegawai negeri sipil/PNS. Tentu, tidak mudah mengumpulkan mereka untuk ber-KKS. Dipastikan, bakal banyak di antara umat membuat alasan untuk menghindari keterlibatan,” tandasnya.
Mulai dari Anak-anak
“Setahu saya, di Stasi St. Fransiskus Xaverius Selatpanjang, Paroki St. Fransiskus Xaverius Dumai, tidak ada kelompok khusus membahas Kitab Suci atau KKS.” sambung Kristina Sakoddobat – Tenaga Pastoral Sukarela Paroki St. Fransiskus Xaverius Dumai. Meski begitu, pembahasan tentang Kitab Suci tetap dilaksanakan di tengah umat. Di Stasi Selatpanjang contohnya, pembahasan tentang Kitab Suci dipimpin ketua stasi. Kadang, kalau ada kadernya (yang disiapkan khusus intern paroki) juga berkesempatan pimpin pertemuan bahas Kitab Suci.
Kalaupun tidak ada ketua stasi ataupun ‘sang kader’ tersebut, pertemuan dapat dipimpin siapa pun yang rela dan ikhlas, sebab ada panduan pembahasan Kitab Suci. Sudah ada alur dalam buku pegangan/pedoman tersebut. Hanya saja, diakuinya ada kesan yang sama di beberapa stasi, umat terlihat kurang berminat membahas, mengupas, membicarakan tentang kutipan Kitab Suci.
Kitab Suci ‘digunakan’ saat BKSN dan bila ada bahan pendalaman iman yang dikirimkan oleh paroki. Begitupun saat Adven, Prapaskah, dan tema khusus maupun pertemuan tertentu (misalnya Sinode Keuskupan, Tahun Santo Yosef). Singkat kata, bergantung pada ketersediaan bahan yang dipasok dari paroki atau keuskupan. Selain itu, tidak ada. Kondisinya sama di beberapa stasi pulau yang dilayani selama ini. Kesannya, umat belum aktif dan belum mandiri.
Berkaitan dengan kepemilikan Kitab Suci di tengah umat stasi yang dilayani selama ini, ada umat di beberapa stasi yang memilikinya. Uniknya, berasal dari bantuan pihak lain melalui ketua stasi. Apakah Kitab Suci tersebut dibaca atau tidak, Kristina kurang tahu pasti.
Dalam situasi seperti itu, apa yang dilakukan paroki maupun stasi menggiatkan pemanfaatan Kitab Suci? Sepengetahuannya, paroki selalu mengadakan gerakan untuk pembinaan di kalangan kelompok-kelompok kategorial dan utusan tiap stasi. Hanya saja, terkadang, sekembali ke stasi mengalami ‘kemacetan’ karena kurangnya pemahaman terhadap (bahan) sosialisasi setelah pembekalan. Tetapi, selalu ada kegiatan untuk tindakan dari pertemuan yang diselenggarakan paroki.
Kristina punya program, bila ada bahan khusus untuk Bina Iman Anak (BIA) maupun Bina Iman Remaja (BIR) mengunjungi stasi-stasi. Kalaupun tidak ada bahan, tetap ke stasi untuk kegiatan BIA sebagai program Penyuluh Agama Katolik non-PNS/ASN secara mandiri. Pada saat itulah, ia memperkenalkan Kitab Suci kepada anak-anak. (hrd)