Roh Kudus Menyertai

HARI MINGGU PRAPASKAH III (12 Maret 2023)

Kej 14:1 – 4a; Mzm. 33:4-5, 18-19, 20, 22;
2 Tim. 1:8b-10; Mat. 17:1-9

HATI-HATI dengan politik identitas. Gerakan menuju tahun politik di republik ini kian terasa. Ada partai politik yang telah dengan terang benderang mengusung calon presiden. Ada partai politik yang masih melirik sana-sini untuk menentukan capresnya. Namun ada pula partai politik yang masih diam-diam, mungkin saja karena tidak memenuhi syarat pencalonan capres dan cawapres. Di tingkat daerah, tokoh-tokoh tertentu mulai mempersiapkan diri untuk nyaleg. Tak terkecuali, tentu saja para awam Katolik.

Menjelang memasuki tahun politik ini yang perlu diwaspai adalah penggunaan politik identitas. Agama, suku,  golongan dan ras (SARA) masih akan terus dipakai untuk mendulang suara. Tanpa kedewasaan, hidup bermasyarakat akan terkena imbas negatifnya; akan terpecah belah menjadi tidak harmonis karena warga masyarakat akan saling curiga satu sama lain. Fenomena ini bukan saja dalam tataran hubungan antaragama, tetapi juga bisa terjadi dalam satu komunitas atas, komunitas etnis, bahkan dalam satu rumpun keluarga. Politik terlebih pemilu jangan sampai menjadi komunitas masyarakat terpecah belah. Sebaliknya, gerakan politik menghadirkan kedamaian dan kesejahteraan bersama tanpa dibatasi unsur SARA.

Bacaan pertama hari Minggu ini menggambarkan Allah yang membiarkan bangsa pilihan, bangsa Israel  kekurangan supaya mereka mau mengambil sikap tegas untuk mengandalkan-Nya sepenuhnya. Bangsa pilihan itu telah banyak melenceng jalan dan menjauh dari Allah. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki bangsa pilihan itu mendua hati. Bangsa pilihan diharapkan menetapkan hati untuk tetap setiap kepada Allah.

Air yang dimaksudkan Yesus dalam bacaan Injil hari ini bukan sekedar melepaskan dahaga duniawi, tetapi melepaskan dahaga surgawi. Air hidup yang dimaksudkan Tuhan Yesus adalah Roh Kudus yang dicurahkan kepada umat beriman saat pembaptisan. Roh itu yang membuat umat beriman – kita berani menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Roh itu pula yang memampukan dan membuat umat beriman berani mengakui dan menyatakan bahwa Allah  adalah baik dan murah hati. Roh itu pula yang mendorong untuk berbagi kasih kepada sesama. Melalui Roh itu pula, Allah mendorong umat untuk bertobat dan saling memberikan pengampunan. Hal inilah yang dialami perempuan Samaria; yang menerima Yesus sebagai Mesias – Juru Selamat. Adalah hal yang tidak mudah pada zaman itu, karena resiko yang akan ditanggungnya sangatlah berat. Seorang Samaria, perempuan lagi berdekatan dan menerima pertolongan dari Yesus yang adalah orang Yahudi.

Melalui perumpamaan ini mau menggambarkan bahwa damai sejahtera itu untuk siapa saja yang terbuka hati dan menerimanya. Damai sejahtera Allah tidak dibatasi oleh SARA. Damai sejahtera Allah dapat dialami bersama Yesus, melalui segala pengorbanan-Nya. Kasih Allah itu selalu dan terus menerus dicurahkan dalam hati manusia oleh Roh Kudus. Karena Roh itu pula setiap orang yang percaya akan selalu berpengharapan dan menyembah Allah. Bila kita semakin mengenal Allah mesti semakin berani bersaksi tentang kasih-Nya seperti Yesus menumbuhkan iman dalam diri wanita Samaria yang dipandang hina dan tersingkir di masyarakat.

Kita yang kini hidup di zaman modern ini pun tidak boleh mudah terpengaruh oleh “illah-illah modern” sehingga tidak setia kepada Allah. Kita mengabaikan hal-hal yang surgawi, karena terlalu fokus mengejar  hal-hal duniawi. Kita tidak boleh mudah terpengaruh  oleh dinamika politik identitas, ikut arus, tetapi berani mengambil sikap tegas dan berani mewartakan kebenaran dan menciptakan damai sejahtera karena Roh Kudus menyertai kita.  ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *