Bagaimana antusiasme umat menjalani masa Prapaskah? Harus jujur saya katakan, sejauh penglihatan dan pengamatan selama ini terutama di paroki yang pernah dilayani dan paroki sendiri, terlihat tidak sangat antusias. Karena memang tidak tampak tanda-tandanya. Umat terlihat lebih antusias tatkala masuk masa Natal dan Tahun Baru.
Terkait aktivitas dalam masa Prapaskah, kami – selaku bagian dari Komisi Kateketik, Liturgi, dan Kitab Suci Keuskupan Padang – menyiapkan bahan pendalaman iman, termasuk pada tahun ini (2023). Bahan mengacu pada tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) yang ditentukan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Kami mengolahnya dengan memerhatikan situasi kondisi keuskupan. Hanya saja, dalam hal pelaksanaannya di lapangan, berdasarkan pengalaman masa lampau dan telah dilakukan selama ini, kehadiran umat boleh dibilang masih orang yang itu-itu juga. Tingkat kehadiran umat tidak sangat menggembirakan. Walau demikian, aktivitas Prapaskah tetap dilaksanakan/dijalankan di paroki-paroki. Perihal kehadiran/keterlibatan umat, saya katakana belum terlalu menggembirakan sebagaimana yang diharapkan.
APP adalah sebagai bentuk ‘pertobatan’ lewat upaya pantang dan puasa. – dengan mengurangi konsumsi tertentu, makanan tertentu, menahan diri terhadap keinginan tidak teratur. Upaya dan usaha tersebut dalam bentuk dana/uang – yang disisihkan dan disimpan. Inilah yang disebut Aksi Puasa Pembangunan. Metode penyisihan – dari upaya penahanan diri dan pengurangan konsumsi – dalam bentuk uang ini bisa beragam, entah amplop maupun celengan atau metode lainnya.
Tinjauan lain dalam masa Prapaskah adalah keterlibatan umat dalam melaksanakan pantang dan puasa. Saya lihat tidak terlalu dilaksanakan dengan tertib dan teratur. Bisa jadi, karena tidak ‘diumumkan’ – sebagaimana dilakukan pada umat beragama lain; misalnya puasa di kalangan Muslim, yang lebih terlihat dan antusias. Beda dengan puasa kita yang bersifat lebih rohani, sehingga ‘tidak tampak ke permukaan’. Saya pernah bertanya pada beberapa orang, “Adakah Anda berpuasa atau berpantang sekarang?” Jawabannya, mereka malah tertawa. Lantas dijawab, “Lupa!” Meski demikian, saya yakin bahwa sebenarnya mereka masih mengingat tentang pantang dan puasa di lingkungan Katolik. Sebenarnya, mereka tahu bahwa masa Prapaskah diisi dengan pantang dan puasa – dengan kriteria tertentu.
Selanjutnya, terkait pengakuan dosa – penerimaan Sakramen Tobat. Terus terang, saya kurang tahu di paroki lain. Namun, setidaknya di lingkup saya, Wilayah St. Paulinus Paroki Santa Maria Bunda Yesus Padang, saat diberi kesempatan untuk penerimaan Sakramen Pengakuan Dosa/Tobat, boleh dibilang jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Suatu jumlah yang belum menggembirakan, belum sesuai harapan. Tentu saja, diharapkan 170-an keluarga umat Katolik di Wilayah St. Paulinus ini (Kompleks Perumahan Jondul dan Vila Mega Rawang Barat) bisa menerima Sakramen Tobat. Kalau itu terjadi, saya sangat yakin pastor yang menerimakan Sakramen Tobat akan kecapekan melayani umat yang mau mengakukan dosanya. Hanya saja, kenyataannya tidak seperti itu. Semoga pada masa Prapaskah 2023, umat semakin antusias pada aktivitas pendalaman iman, menjalankan pantang dan puasa, serta menerima Sakramen Tobat.
Hal lain dalam masa Prapaskah adalah Aksi Puasa Pembangunan (APP). Umumnya masih menggunakan cara yang biasa, yakni penyebaran/distribusi amplop APP. Tanggapan umat? Berdasarkan informasi yang didapat dan didengar selama ini dari pastor, ternyata dari segi jumlah amplop yang dibagikan dan dikembalikan lagi cukup seimbang! Dari jumlah amplopnya, cukup antusias pengembaliannya. Hanya saja, dari segi ‘jumlah isinya’ kurang menggembirakan. Namun, untuk hal ini, mengenai jumlah yang terkumpul tersebut, tidak bisa menjadi tolok ukur kesungguhan seseorang berpuasa dan berpantang. Saya berharap kita tidak berorientasi pada jumlah nominal yang diperoleh dari amplop-amplop yang dikembalikan umat, tetapi bagaimana orang menjalankan puasa dan pantang menuju pertobatan yang sejati. Dalam perkembangannya, ada variasi cara/metode APP diterapkan di beberapa paroki. Tidak hanya amplop, namun menggunakan celengan/tabungan. Di paroki saya, masih menggunakan cara biasa (amplop-Red.). Saya berpendapat, sebenarnya hanya beda cara/metode yang punya plus-minus, kelebihan-kekurangannya.
Kehadiran Umat: Tidak Menggembirakan!
Antusiasme umat kurang menggembirakan. Ada apa? Katekesenya kurang greget? Kurang gencar? Sebenarnya, setiap tahun, dalam masa Prapaskah dan Adven, selalu ada katekesenya. Pendalaman Iman Masa Prapaskah maupun Masa Adven contohnya. Hanya saja, harus diakui, tingkat kehadiran umat tidak menggembirakan. Mengapa? Apakah soal waktu yang tidak cocok? Ternyata, tidak juga. Waktu selalu cocok. Yang penting adalah (niatan) orang/umat. Hingga kini, saya pun belum menemukan jawaban alasan sebenarnya. Namun, hanya dugaan saya saja: kegiatan pendalaman iman tergolong serius dan butuh pemikiran. Itukah yang menyebabkan umat kurang bersemangat hadir/datang pada pendalaman iman – karena mesti berpikir dan membagikan (sharing) pengalaman. Situasinya berbeda dengan Doa Rosario. Kehadiran umat lebih banyak, termasuk kalangan anak-anak. Beda dengan pendalaman iman – sebenarnya ranahnya orang dewasa, sehingga anak-anak cenderung tidak datang. Tetapi, orang dewasa pun tak kunjung hadir juga.
Butuh inovasi baru agar metodenya tidak ‘begitu-begitu saja’? Begitulah metodenya yang telah dijalani selama ini. Di waktu silam, pernah dibuat suatu cara yang agak berbeda dari biasanya, yakni menggunakan alat bantu video. Kami telah berupaya semaksimalnya mencari materi video – dalam format Compact Disc (CD) – sesuai dengan materi pendalaman iman, serta dikirimkan ke paroki-paroki. Ternyata, tingkat kehadiran umat dalam pendalaman iman tidak berubah, tetap begitu-begitu saja.
Kami tidak pesimis meski kehadiran umat belum menggembirakan! Memang demikianlah pembinaan/pendalaman iman tetap dilakukan. Siapa tahu kelak akan membuahkan hasil! Memang, adakalanya, rencana berbeda saat diterapkan di rayon/kring/lingkungan dan tidak seperti yang dimaksudkan dalam buku pedoman/pegangan yang kami sampaikan ke paroki. Dalam buku ada langkah-langkah yang mesti dilalui dalam kegiatan pendalaman iman. Kerap dibaca tuntas pemandu/pemimpin pendalaman iman. Ada pula satu pertemuan membicarakan dua bahan/materi sekaligus. Alasannya, hemat waktu dan tidak selalu mudah mengumpulkan umat ikut pendalaman iman. Situasi kondisi umat setempat bisa menjadi alasan. Selain itu, bisa jadi karena (maaf) kemampuan pendamping/pemandu pendalaman iman yang kurang memadai.
Begitupun dengan penerimaan Sakramen Pengakuan Dosa, saya yakin sebenarnya di kalangan umat sudah tahu ikhwal hal tersebut. Tidak hanya saat masa Prapaskah. Dapat dilakukan kapan pun. Menurut pendapat saya pribadi, di tempat yang memungkinkan, pastor dapat ‘berinisiatif’ menerimakan sakramen ini. Tidak hanya di gereja pusat, kapel stasi; namun dapat memanfaatkan kesempatan pertemuan lingkungan/kring/rayon. Warga rayon/lingkungan/kring misalnya, mendapat kesempatan menerima sakramen ini sebelum pertemuan dimulai. Kemungkinan lebih banyak warga mengambil peluang tersebut. Pengalaman di Paroki St. Fransiskus Assisi Padang: pastor hadir dalam pertemuan rayon dan menyediakan kesempatan bagi warga rayon menerima Sakramen Pengakuan Dosa – bersamaan dengan jadwal peremuan rayon untuk pendalaman iman. Keterlibatan umat ‘mengambil’ kesempatan ini lebih besar.
Singkat kata, saya mau mengatakan bahwa sebenarnya umat sudah tahu dan bersiap menjalani masa Prapaskah – yang berulang dari tahun ke tahun – yang ditandai dengan penerimaan abu saat hari Rabu Abu. Hanya saja, dalam pelaksanaannya pada masa Prapaskah muncul pertanyaan: sejauh mana keterlibatan umat? Itulah yang kurang menggembirakan. Apakah jumlah kehadiran umat saat Jalan Salib misalnya, hampir mendekati atau hampir sama saat Perayaan Ekaristi di hari minggu? Saya belum mendengar hal tersebut. Di paroki sendiri, umat yang mengikuti ibadat Jalan Salib misalnya, masih sebatas puluhan orang. Padahal, idealnya, ratusan orang, atau setidaknya separoh yang hadir saat Misa Kudus hari Minggu. Banyak alasan muncul sebagai penyebabnya, contohnya waktu tersita dengan aktivitas pekerjaan, mencari nafkah dan penghidupan.
Bernardus Karyadi, S.Ag.
Staf Komisi Kateketik, Liturgi, dan Kitab Suci Keuskupan Padang.
Wakil Ketua DPP St. Maria Bunda Yesus Padang)/diolah dari wawancara/hrd.