Setelah membongkar gundukan tanah yang masih becek di samping kiri halaman pastoran sore hari, Romo Kebet beristirahat sejenak di teras pastoran sembari menyeruput teh hangat buatan sendiri. Sambil memandangi hasil bongkaran tanah tersebut, Romo Kebet didatangi lima remaja tingkat SMP. Mereka anggota Bina Iman Remaja (BIR) yang sedang menyiapkan tablo paskah.
Lima remaja tersebut tampak juga kecapekan untuk persiapan tablo paskah ala BIR. Setelah salaman, mereka segera duduk di kiri-kanan Romo Kebet. Romo Kebet tak sampai hati melihat wajah-wajah kelelahan tersebut dan menyiapkan lima cangkir teh dari dalam pastoran. Wajah kelelahan lima anggota BIR sumringah. Tanpa tunggu komando lagi, mereka pun menyiapkan sendiri racikan teh hangat sesuai selera. Setelah beberapa tegukan teh hangat, salah satu BIR ‘mendaulat’ Romo Kebet memberi wejangan singkat. Didaulat sekonyong-konyong tersebut, Romo Kebet sempat kelabakan.
Setelah berdiam diri sejenak, Romo Kebet berkisah seorang guru yang membuat sebuah garis sepanjang sepuluh centi meter (cm) di atas papan tulis. Sang guru berkata, “Anak-anak, coba perpendek garis ini!” Anak pertama maju ke depan, ia menghapus 2 cm dari garis itu, sekarang menjadi 8 cm. Pak Guru mempersilakan anak kedua. Ia pun melakukan hal yang sama. Kini, garisnya tinggal 6 cm. Anak ketiga dan keempat pun maju ke depan. Sekarang, garis tersebut tinggal 2 cm. anak kelima, anak terakhir yang bijak maju ke depan. Ia membuat garis yang lebih panjang, sejajar dengan garis pertama yang tinggal 2 cm itu. Sang Guru menepuk bahunya, katanya, “Engkau memang bijak. Untuk membuat garis itu menjadi pendek, tidak perlu menghapusnya! Cukup membuat garis yang lebih panjang. Garis pertama akan menjadi lebih pendek dengan sendirinya.”
Romo Kebet menutup kisahnya sembari menatap wajah di kiri-kanannya. Suasana hening sejenak, hingga akhirnya salah seorang di antaranya berujar, “Apa maksud dari kisah Romo ini?” Tidak langsung menjawab, Romo Kebet berdiam diri sejenak dan membiarkan mereka saling melihat satu dengan yang lainnya. Akhirnya, Romo Kebet mengatakan, “Maksud kisah tadi, untuk menang tidak perlu mengecilkan yang lain, tidak usah menjelekkan yang lain, karena secara tak langsung, membicarakan kejelekan orang lain adalah cara tidak jujur untuk memuji diri sendiri. Cukup lakukan kebaikan terbaik yang dapat kita lakukan untuk semuanya. Biarkan waktu akan membuktikan kebaikan tersebut.”
Lima anggota BIR tersebut manggut-manggut dan berupaya mengerti perkataan Romo Kebet. Sinar mentari sore mulai hilang dan rona malam terlihat. Mereka pun izin pulang ke rumah masing-masing. Romo Kebet masuk ke dalam pastoran. (hrd)